A.
Pengertian
PCR
adalah reaksi polimerase berantai, yaitu reaksi yang melibatkan enzim polimerase
yang dilakukan secara berulang-ulang. Yang diulang-ulang adalah proses
pemisahan untai ganda DNA menjadi untai
tunggal, hibridisasi primer untuk mengawali replikasi DNA dilanjutkan dengan
proses penambahan basa pada cetakan DNA oleh enzim polimerase, untuk melakukan
kegiatan ini dibutuhkan tabung PCR yang bersifat reponsif dengan perubahan suhu
dan mesin thermal cycler, suatu mesin yang mampu menaikkan dan menurunkan suhu
dengan cepat, dan bahan-bahan untuk membuat reaksi PCR.
B.
Tujuan
PCR
Saat ini PCR
juga sering digunakan untuk membuat fragmen DNA spesifik untuk diinsersikan
secara langsung ke dalam suatu vektor, sehingga tidak memerlukan tahapan skreening suatu perpustakaan DNA.
C.
Komponen
PCR
1. DNA
DNA yang dimaksud disini adalah DNA yang berfungsi
sebagai cetakan (template). Untuk
aplikasi PCR, kemurnian DNA mempengaruhi hasil.DNA yang tidak murni sering
menyebabkan masalah reproduksibilitas, tujuan utama juga digunakan untuk
diagnosis. DNA yang digunakan harus dimurnikan dahulu sebelum diproses dengan
PCR. DNA yang digunakan sebagai cetakan
untuk PCR sebaiknya bebas nukleuse, endo-atau eksoprotease, dan DNA-binding protein.
2. Primer
Primer berfungsi
mengawali reaksi replikasi DNA pada reaksi PCR. Primer yang dibutuhkan untuk
PCR biasanya satu pasang yaitu primer forward
dan backward. Primer PCR sendiri
adalah komponen yang sangat menentukan keberhasilan PCR. Ada beberapa program
untuk mendesain primer PCR yang dapat digunakan secara gratis, seperti MEDUSA,
Primer3, PrimerQuest, FastPCR, dan lain-lain.
3. Dntp
(Deoxynucleotide triphosphate)
dNTP merupakan blok
pembangun molekul asam nukleat yang terdiri dari dATP (deoxydenosine tryphosphatase), dTTP (deoxythymidine triphophatase), dCTP (deoxycytosine triphosphate), dan dGTP (deoxyguanosine triphosphatase). Dalam beberapa aplikasi dan
protokol PCR, salah satu dari empat dNTP tersebut dapat diganti elemen analog.
Modifikasi ini berguna untuk aplikasi yang berbasis pasca-PCR (misalnya :
sekuensing, pembuatan probe untuk Southern
blotting, dll)
4. Polimerase
DNA
Ketika terjadi sintesis
DNA,enzim polimerase DNA akan melakukan seleksi nukleotida yang tepat untuk
ditambahkan ke primer untuk melanjutkan DNA sesuai dengan aturan pasangan basa
Watson-Crick ( A-T dan G-C ). Oleh karena itu, Polimerase DNA selalu
mengkatalis sintresis DNA dalam orientasi 5’ ke 3’. Beberapa polimerase DNA
juga memiliki aktivitas eksonuklease atau yang sering disebut dengan aktivitas proofreading yang akan memeriksa basa
yang telah ditambahkan untuk menumbuhkan untai DNA. Ketika terjadi penambahan
nukleotida yang tidak tepat aktivitas proofreading tersebut akan membuang basa
yang tidak tepat tersebut.
Mekanisme koreksi ini
akan meningkatkan akurasi atau yang disebut juga dengan fidelitas. Ketika
membandingkan atau memilih polimerase DNA untuk PCR ada dua hal yang penting
yang harus dilihat yaitu fidelitasnya dan efisiensi sintesisnya. Yaitu makin
tinggi fidelitas dan efisiensi sintesisnya makin baik polimerase DNA tersebut
(dan makin mahal juga harganya).
5. Bufer
reaksi PCR
Bufer reaksi PCR
biasanya mengandung Mg2+, kation monovalen, dan beberapa co-solvent. Co-solvent membantu
menstabilisasi enzim polimerase DNA, mempengaruhi kerja enzim, dan atau DNA melting temperature ( Tm). Ion Monovalen
seperti Na+, K+, dan NH4+ menstimulasi
aktivitas polimerase DNA dan melindungi muatan negatif gugus fosfat DNA,
sehingga melemahkan kekuatan kekuatan elektronik yang saling menolak antara
primer dan DNA target.
D.
Prinsip
Dasar Reaksi PCR
PCR
merupakan tehnik amplifikasi DNA selektif in
vitro yang meniru fenommena replikasi DNA in vivo. Komponen reaksi yang diperlukan dalam teknik ini adalah
untai tunggal DNA sebagai cetakan, primer (sekuens oligonukleotida yang
mengkomplementeri akhiran sekuens
cetakan DNA yang sudah ditentukan), dNTPs (deoxynucleotide
triphosphates), dan enzim TAQ polimerase yaitu enzim dari bakteri
Termovilus aquatikus.
Sejak
ditemukannya struktur DNA untai ganda, kita mulai memahami prinsip replikasi
DNA terutama kaitannya dengan mekanisme transfer materi genetik. Seperti yang
telah dijelaskan dalam materi Asam Nukleat dalam struktur DNA untai ganda
tersebut, basa A dan T , juga C dan G , memiliki ikatan hidgrogen yang mudah
dirusak dan mudah dibentuk kembali. Untuk melakukan replikasi, mula-mula ikatan
hidrogen tersebut harus dirusak dahulu agar DNA untai ganda berubah menjadi
untai tunggal. Kemudian karena A selalu berpasangan dengan T, dan C selalu
berpasangan dengan G, maka jika kita memiliki satu untai DNA dengan sequens
ACTAG, misalnya, maka kita dapat mencetak untai komplementernya, yaitu TGATC,
begitu juga sebaliknya.
Pada
prinsipnya, reaksi PCR ( protokol PCR konvensional ) membutuhkan tiga tahap :
1. Denaturasi
(Melting)
Prinsipnya
adalah memisahkan DNA untai ganda menjadi komponen untai tunggal, sehingga
memungkinkan terjadinya hibridisasi primer PCR untai tunggal pada sekuen
targetnya ( jika ada )
2. Annealing
Primer PCR
Pada
tahap ini terjadi hibridisasi primer PCR
pada sekuens tergetnya. Secara umum suhu annealing PCR biasanya berasal dari
suhu annealing primer hasil kalkulasi
matematis dikurangi 50 C ( rumus: 4 x ( B+C) + 2 x ( A + T ) ). Diharapkan
dalam suhu annealing tersebut primer
dapat berikatan dengan target komplomentarinya dan jika sudah terhibridisasi
tidak mudah mengalami disosiasi. Waktu yang dibutuhkan untuk tahapan ini
biasanya 15-60 detik.
3. Elongasi
( ekstensi rantai DNA )
Tahap ini penting untuk
mengamplifikasi daerah yang sudah dihibridisasi oleh primer, dari akhiran -5 ke
akhiran -3. Sebagian besar enzim polimerase membutuhkan suhu elongasi 720C.
Hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan langkah elongasi adalah waktu
inkubasi,yaitu sebaiknya cukup lama bagi polimerase DNA untuk mengamplifikasi
sekuens target secara komplit tetapi cukup sebentar untuk mencegah amplifikasi
produk non-spesifik yang lebih panjang daripada sekuens target.
E.
Aplikasi
PCR dibidang klinis
Aplikasi PCR utama dibidang klinis
adalah untuk diagnosis, dan kloning. Yang paling sering dipakai di bidang
klinis saat ini adalah untuk diagnosis, yaitu untuk deteksi patogen infeksius
dan identifikasi mutasi pada gen yang berkaitan dengan faktor resiko penyakit.
Untuk aplikasi PCR dibidang klinis
tersebut, telah dikembangkan berbagai macam teknis berbasis PCR, antara lain :
1. RFLP-PCR
(restriction fragment lenght
polymorphisms)
Pada prinsipnya, teknik
ini dimanfaatkan untuk deteksi polimorfisme. Secara umum teknik ini menggunakan
enzim restriksi untuk mengetahui adanya polimorfisme (RFLP), dan produk hasil
digesti tersebut diamplifikasi dengan PCR (RFLP-PCR).
Teknik PCR yang mirip
dengan teknik diatas AFLP-PCR (amplification
fragment lenght polymorphisme) yang digunakan untuk membedakan isolat atau
spesies yang berbeda berdasarkan daerah enzim restriksi (polimorfisme daerah
restriksi)
2. VNTR-PCR
(variable number of tandem repeat
sequence), dan STR-PCR (short tandem
repeats). Teknik ini sering digunakan untuk tujuan forensi. Dengan
menggunakan primer yang tepat, variasi sekuens pengulangan berurutan yang
terdapat pada DNA sampel dapat diketahui.
3. Skreening
/ deteksi mutasi berbasis PCR
Dahulu, skreening/
deteksi mutasi dapat dilakukan dengan PCR konvensional (misalnya dengan BESS-T-Scan
(Base Excision Sequence Scanning))
untuk mendeteksi mutasi T/A atau T / A, atau Amplification refractory mutation system (ARMS) untuk mendeteksi
point mutation melalui priming oligonukleotida kompetitif.
4. PCR
kuantitatif
Untuk keperluan
diagnosis dan penilaian kemajuan tetapi kadang membutuhkan pemeriksaan yang
bersifat kuantitatif.
PCR konvensional dapat digunakan
untuk mendapatkan data kuantitatif tersebut dengan menggunakan kompetitor (internal exogenous standard) atau dengan
housekeeping gene (internal endogenous standard). Namun
saat ini, penggunaan PCR konvensional untuk PCR kuantitatif telah digantikan real-time PCR.
0 komentar:
Posting Komentar